Tuesday, March 11, 2014

MENGEMIS DALAM ISLAM

Hukum Mengemis Dan Meminta-minta Dalam Ajaran Islam

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيم 

Segala puji bagi Allah, Rabb sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad SAW keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat. 


Sahabat yang dirahmati Allah,
Perbuatan mengemis bagi sebagian orang lebih diminati daripada kerja-kerja lainnya, kerana cukup hanya dengan mengulurkan tangan, dia boleh mendapatkan sejumlah wang yang cukup banyak tanpa harus bersusah payah. 

Masyarakat pada umumnya memandang bahawa pengemis itu berkeadaan tidak terurus, pakaiannya lusuh dan rambaut tidak bersikat dengan tujuan untuk menarik simpati orang ramai. 

Namun akhir-akhir ini, sebagian pengemis tidak lagi berpenampilan demikian. Diantara mereka ada yang berpakaian rapi, memakai baju yang kemas dan berkasut bahkan kendaraannya pun baik dan cantik,  Ada yang menjalankan pekerjaan ini sendirian dan ada pula yang melakukannya bersama dalam satu kumpulan. Ada yang berlakun mengutip derma untuk sekolah agama dan sebagainya.

Sahabat yang dimuliakan,
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan tasawwul. Dalam al- Mu’jamul Wasîth disebutkan bahwa tasawwala (fi’il madhi dari tasawwul) ertinya meminta-minta atau meminta pemberian.(Lihat al-Mu’jamul Wasîth I/465.)

Sebagian Ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama tapi untuk kepentingan pribadi. 

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Perkataan al-Bukhâri (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah meminta-minta sesuatu selain untuk kemaslahatan agama.” (Lihat Fathul Bari III/336.)

Jadi, berdasarkan definisi di atas kita boleh mengambil pelajaran bahawa batasan tasawwul atau “mengemis” adalah meminta untuk kepentingan diri sendiri bukan untuk kemaslahatan agama atau kepentingan kaum Muslimin.

Itulah hakikat mengemis dan meminta-minta, lalu bagaimanakah hukumnya dalam Islam ?


Meminta-minta sumbangan atau mengemis tidak disyari’atkan dalam agama Islam, apalagi jika dilakukan dengan cara menipu atau berdusta dengan cara menampakkan dirinya seakan-akan dalam kesulitan ekonomi, atau sangat mengharapkan sumbangan pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengubatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagaimana berikut :

1. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma , ia berkata: Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Maksudnya : "Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya. (Hadis Shahih. Riwayat Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040.)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda :

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Maksudnya : "Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api (neraka), maka (jika dia mahu) silahkan dia mempersedikit atau memperbanyak.(Hadis Shahih. Riwayat Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163).

2. Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junâdah radhiyallahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

Maksudnya : "Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain tanpa ada keperluan, maka seolah-olah ia memakan bara api. (Hadis Riwayat Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Ath-Thabrani IV/15 no.3506.)

Demikianlah beberapa dalil dari hadis-hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.

Walaubagimana pun terdapat beberapa keadaan meminta-minta kepada seseorang diharuskan di dalam beberapa keadaan :

Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa ada beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta. Di antaranya ialah sebagaimana berikut :

1. Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau membayar hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melangsaikannya, kemudian berhenti.

2. Ketika seseorang ditimpa musibah yang melenyapkan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan keperluan hidup.

3. Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat dan dia memiliki 3 orang saksi dari orang sekitarnya atas kefakiran yang menimpanya. Orang seperti ini, halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan bantuan untuk kehidupannya.

Dalam tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis, berdasarkan hadis riwayat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali radhiyalalahu anhu , ia berkata: Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.

Maksudnya : “Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia boleh melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Wahai Qabishah ! Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.(Hadis Shahîh Riwayat Muslim II/722 no.1044), Abu Dâwud I/515 no.1640, Ahmad III/477 no.15957, V/60 no.20620, dan an-Nasâ`i V/89 no.2580. 

Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum Muslimin, bukan kepentingan peribadi, maka ini juga tidak termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.

Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan bahwa meminta sumbangan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum Muslimin itu diperbolehkan adalah pesan Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada para pemimpin perang sebelum berangkat, yaitu sabda baginda Sallallahu ‘Alaihi Wasallam : 

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ

Maksudnya : "Jika mereka (orang-orang kafir yang diperangi, pent) tidak mahu masuk Islam maka mintalah al-jizyah (pajak) dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen) mereka ! Jika mereka tidak mau menyerahkan al-jizyah maka mintalah pertolongan kepada Allâh Azza wa Jalla dan perangilah mereka ! (Hadis Shahih. Riwayat Muslim III/1356 no.1731, Abu Dawud II/43 no.2612, Ahmad V/358 no.23080).

Dari hadis di atas kita dapat mengambil pelajaran bahawa meminta al-jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) kerana al-jizyah bukan untuk kepentingan peribadi tetapi untuk kaum Muslimin. 

Termasuk dalam pengertian meminta bantuan untuk kepentingan kaum Muslimin adalah hadis yang menceritakan bahwa Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan baginda mimbar. Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiyallahu anhu berkata :

بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ 

Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita, “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku boleh duduk di atasnya!” (Hadis Shahih. Riwayat Al-Bukhari: 429, An-Nasa’i 731 dan Ahmad 21801). 

Al-Imam al-Bukhâri rahimahullah berkata : Bab Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”. (Hadis Shahih Riwayat al-Bukhari I/172.)

Al-Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Dalam hadis ini terdapat pelajaran tentang bolehnya meminta bantuan kepada ahli pertukangan dan orang kaya untuk segala hal yang manfaatnya menyeluruh untuk kaum Muslimin. Dan orang-orang yang bergegas melakukannya adalah (orang yang berhak mendapatkan) penghargaan atas usahanya”.(Lihat Syarh Ibnu Baththal lil Bukhari II/100.)

Dengan demikian, kita boleh mengatakan, “Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!” atau meminta sumbangan kepada kaum Muslimin yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya. 

Jawatankuasa Tetap untuk Urusan Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya: “Bolehkah meminta bantuan dari seorang Muslim untuk membangun masjid atau madrasah (sekolah), apa dalilnya ?” 

Jawab : “ Perkara tersebut diperbolehkan, kerana termasuk dalam tolong -menolong dalam hal kebaikan dan takwa. Allâh SWT berfirman (yang maksudnya), “ Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (Surah al-Maidah (5) ayat 2)

Sahabat yang dikasihi,
Islam menganjurkan kita semua agar berusaha mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidup diri dan keluarga kita. Dalam al-Quran al-karîm Allâh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا 

Maksudnya :"Apabila telah solat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allâh”. (Surah al-Jumu’ah (62) ayat 10).

Bekerja mencari nafkah bukan hanya pekerjaan masyarakat awam, akan tetapi para Nabi juga bekerja. Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : 

« مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ » . فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ « نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ »

Maksudnya : "Tidaklah Allâh mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembala kambing”, lalu ada sahabat bertanya, “Apakah engkau juga ?”, baginda menjawab, “Ya, dahulu saya menggembala kambing milik penduduk Makkah dengan mendapatkan upah beberapa qirath”.(Hadis Shahih. Riwayat Bukhari II/789, dari Abu Hurairah r.a.).

Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : 

وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Maksudnya : "Nabi Dawud tidak makan melainkan dari hasil kerjanya sendiri (Hadis Shahih. Riwayat Bukhari II/13074).

Rasûlullâh Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda : 

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

Maksudnya : "Sungguh salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar diikat, lalu diangkat di atas punggungnya lalu dijual, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain, diberi atau ditolak” (Hadis Shahih. Riwayat Bukhari II/730 no.1968, dan an-Nasa’i V/93 no.2584.)

Orang yang mahu bekerja, bererti dia menghormati dirinya dan agamanya. Jika mendapatkan rezeki melebihi keperluanya, maka dia mampu mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan membantu orang lain. 


No comments:

Powered By Blogger | Template Created By Lord HTML