Saturday, July 12, 2014

RAMADHAN DAN JERITAN AL-AQSA DI GAZA YANG TIDAK DIHIRAUKAN UMAT DUNIA

AWAL Ramadhan ini kebetulan bertepatan dengan peringatan 45 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh ektremis Yahudi. Suasana penyambutan puasa yang tak sejalan dengan tradisi yang telah disunnahkan Rasulullah SAW tersebut, makin menghilangkan ingatan sebahagian besar kaum Muslimin tentang nasib kiblat pertama itu.

Tidak banyak umat Islam, terutama genarasi muda, mengetahui salah satu tembok di kawasan Masjid Al-Aqsa pernah menjadi saksi ketika Nabi Muhammad SAW melaksanakan mikraj dari Masjid Al-Aqsa ke Sidratul Muntaha di atas langit ke tujuh. Untuk mengabadikan peristiwa penting dalam sejarah Islam itu, maka salah satu tembok di bahagian barat daya dari kiblat pertama umat Islam seluruh dunia itu diberi nama Tembok Buraq (kilat), nama kenderaan yang dinaiki Nabi bersama malaikat Jibril untuk menembus langit.

Tembok tersebut merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dari kawasan tanah suci Al-Quds, yang hingga saat ini masih terus dikotori dan dilecehkan oleh kaum Zionis Yahudi.

Barangkali tak banyak pula dari kaum Muslimin yang mengetahui dengan pasti bahawa Buraq tersebut telah diganti menjadi Tembok Ratapan oleh kelompok ekstremis Yahudi sejak 1967, tepatnya pada 11 Jun 1967. Tembok suci umat Islam tersebut diganti menjadi Tembok Ratapan sebagai tempat ritual, yang diduga oleh sebagian kelompok ekstremis Yahudi sebagai tempat puing Haikal Sulaiman (King Solomon Temple).

Dalam suasana penyambutan bulan suci puasa yang serba mengetengahkan hal-hal yang berbau duniawi ini, makna HUT ke-40 pembakaran Masjid Al-Aqsa itu pun makin terkikis dari lubuk hati kaum Muslimin. Kejahatan demi kejahatan yang dilakukan ekstremis Yahudi pun atas simbol kiblat pertama tersebut makin dilupakan, sehingga negeri Zionis itu, baik melalui badan-badan ekstremis maupun badan rasmi, dengan berleluasa melanjutkan strategi untuk mengempur Masjid Al-Aqsa yang mencapai puncaknya pada 2009, tepat pada peringatan 40 tahun pembakaran tersebut.

Peringatan tahun ini (2009) berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya kerana bertepatan dengan kempen yahudisasi Al-Quds yang sangat sengit dan menyeramkan, karena dibayangi pelaksanaan lapangan “Yahudisasi” terhadap sisa dari kota Al-Quds, dengan mengubah demografi dan geografinya.

Zionis misalnya selama tahun ini mengeluarkan 1,500 buah instruksi penghancuran rumah penduduk Arab, di antaranya 80 rumah di dalam kota lama Al-Quds dan 300 rumah di sekitar kota lama.

80 ribu identiti penduduk Arab dicabut, dan perintah untuk mengusir 20% penduduk Arab dalam tempo lima tahun mendatang pun sudah dikeluarkan. Dengan serta merta warga Yahudi ekstremis menyambutnya dengan menroboh 49 rumah penduduk Arab, berikut penyitaan sekitar 800 hektar pertanian milik warga Arab.

Di tengah hirup pikuk hiburan yang menemani puasa tahun ini, umat Islam harus menyedari bahawa sejatinya Al-Aqsa masih terbakar. Kita harus menempatkan masalah Al-Quds sebagai skala keutamaan atas segala kepentingan, baik peribadi ataupun umum.

Terlepas daripada suasana Ramadan yang makin menjauhkan kaum Muslimin daripada inti ajaran agamanya, umat Islam mulai daripada para ulama, pemerintah dan rakyat, dewasa ini dituntut melanjutkan upaya secara terencana dan strategis dalam membela Al-Aqsa yang terluka makin parah. Tidak wajar membiarkan kiblat pertama tersebut terus diinjak-injak oleh kaki kotor Zionisme.

Cuba musnahkan Al-Aqsa

Setiap 21 Ogos, umat Islam di seluruh dunia, terutama yang bermukim di sekitar kawasan tanah suci Al-Quds, tidak akan pernah melupakan kaum Zionis yang cuba memusnahkan Masjidil Aqsa sekitar 40 tahun lalu.

Pada 21 Ogos 1969, seorang ekstremis Yahudi Israel berasal dari Australia, Michael Danis Rohen membakar simbol kiblat pertama umat Islam tersebut, menyebabkan sebahagian masjid yang diagungkan kaum Muslimin seluruh dunia itu hangus terbakar.

Tingkah Danis bersama anggota mafianya yang saat itu mendapat peluang dari keamanan negeri Zionis, berhasil memusnahkan seluruh bahagian timur masjid dan menghancurkan atap bahagian selatan. Selain itu mimbar Sultan Nereddin dan Salahuddin Al-Ayyubi, pahlawan yang berjaya mengembalikan tanah suci Al-Quds dari pasukan Salib Eropah, juga ikut ranap.

Peristiwa memilukan yang tidak hanya melanggar norma agama samawi, namun juga norma kemanusiaan itulah yang mendorong berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang sekarang beranggotakan 56 negara berpenduduk Muslim seluruh dunia.

Namun sangat disayangkan respon para pemimpin dunia saat itu, terutama pemimpin Arab dan Islam, tidak sebanding dengan nilai kesucian masjid kiblat pertama tersebut yang diabadikan sendiri oleh Sang Pencipta di dalam kitab suci-Nya Al-Qur`anul Karim.

Padahal para pemimpin Zionis Israel ketika itu, kecut akan kemungkinan kemarahan besar kaum Muslimin dunia, yang dapat sebagai petanda berakhirnya eksistensi negeri Zionis yang didirikan negara-negara besar pada bulan Mei 1948.

PM Israel, Golda Meir ketika ditanya tentang hari yang paling menakutkan bagi dirinya dan eksistensi Israel, ia menjawab, "hari pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh ekstremis Yahudi". Lalu ditanya lagi hari yang paling membahagiakan, ia menjawab, "respon para pemimpin Islam dan kaum Muslimin setelah pembakaran tersebut yang tidak seseram yang dibayangkan sebelumnya."

Telah empat dekad umur dari usaha pemusnahan simbol kiblat pertama kaum Muslimin ini, namun bahaya pemusnahan daripada kelompok ekstremis Yahudi terus mengancam, bahkan pada tahun 2009 ini mereka makin buas kerana penggalian sisa-sisa terowongan yang dicanangkan dibayangi dengan yahudisasi kota Al-Quds secara tegas di hadapan kesaksian dunia, khususnya kaum Muslimin yang sedang terlena.

Setidaknya dalam rentang waktu lima tahun kebelakangan ini, pemerintah Zionis tersebut tanpa malu-malu "menentang" PBB dan masyarakat antarabngsa dengan melakukan pelanggaran keputusan Majlis Umum PBB tentang perlindungan kota suci Al-Quds, yang disebut sebagai daerah pendudukan. Bahkan pelanggaran ini tidak hanya dilakukan oleh kelompok ekstrem, namun secara rapi dilakukan secara rasmi dengan pemerintah.

Sebagai contoh adalah kunjungan provokatif mantan PM/Ketua Partai Likud, kemudian menjadi Partai Kadima, Ariel Sharon pada 28 September 2000 ke kawasan Masjid Al-Aqsa yang memancing meletusnya intifadha Palestina kedua. Sejak saat itu hingga kini, pelbagai kunjungan provokatif pejabat tinggi negera Yahudi tersebut terus berlangsung sebagai bentuk persetujuan penggalian terowongan bawah Masjid Al-Aqsa oleh kelompok ekstremis Yahudi.

Nampaknya gerakan Zionis tersebut akan terus berlanjut sampai masjid Al-Aqsa dikuasai, yang selanjutnya akan digantikan oleh Temple Solomon yang mereka impikan berada di bawah masjid. Gerakan ini tak lebih hanya didasari khurafat dan legenda tanpa dasar, sebagaimana yang diungkapkan sejumlah pakar arkeologi negeri Zionis itu sendiri bahawa temple yang dimaksudkan tersebut tidak pernah ada.

Profesor Zaif Hertzogh, pakar arkeologi dari Universitas Tel Aviv misalnya, mengingatkan dengan mengatakan, “setelah bertahun-tahun negara Israel berdiri, sudah waktunya mengubah budaya agar orang-orang Israel sudah sepantasnya mencari bukti-bukti dengan kritis, bukan sekadar menerima dongeng-dongeng yang tercantum dalam Taurat, lalu menganggapnya sebagai hakikat sejarah.”

Kementerian Wakaf Palestina misalnya, mencatat bahawa sebanyak 100 lebih pelanggaran atas Masjid Al-Aqsa yang dilakukan kelompok ekstremis Yahudi dan Zionis sejak pembakaran hingga tahun 2005. Bila data tersebut direntang lagi hingga tahun 2009, angka pelanggaran tersebut boleh mencapai dua kali lipat dengan kualiti yang jauh lebih dahsyat karena mengancam secara serius masjid ini.

Sepuluh fasa penggalian

Sejak kota suci Al-Quds diduduki negara Zionis itu, menyusul kekalahan negara-negara Arab dalam perang kilat enam hari Jun 1967, setidaknya ada 10 fasa penting penggalian yang telah dilakukan kelompok ekstremis Yahudi, hingga tahun 2009 ini.

Penggalian pertama terjadi pada Jun 1967, dan menghancurkan 135 rumah penduduk Palestin, dua masjid, dan sebuah kilang pembuatan plastik. Waktu itulah Tembok Buraq diganti dengan Tembok Ratapan, yang antara lain diiringi dengan penggalian tahap awal sedalam 14 meter di bawah Masjid Al-Aqsa.

Yang kedua dilakukan pada 1969 pasca pembakaran Masjid Al-Aqsa, dengan menghancurkan beberapa rumah lainnya. Peninggalan sejarah Islam yang lalu, diganti dengan pembangunan kasino. Pada fasa ini berhasil digali sebuah terowongan sepanjang 80 meter di bawah masjid.

Pada fasa ketiga, 1970-1972, berhasil dibuat terowongan di tembok sebelah selatan dan barat sehingga menembus ke halaman masjid. Pada fasa keempat pada tahun 1973, terowong ini diperluas lagi ke arah barat, dengan kedalaman 13 meter.

Pada 1974 sebagai fasa kelima, terowong di tembok sebelah barat kembali diperluas. Pada fasa keenam, 1975-76, perluasan selanjutnya disertai dengan penghilangan kuburan kaum Muslimin, di antaranya dua kuburan sahabat Rasulullah, yakni Ubadah bin Somit dan Syaada bin Ous.

Pada 1977 sebagai fasa ketujuh berhasil dibuat terowong di bawah Tembok Buraq hingga menembus arah timur Masjid Al-Aqsa. Saat ini berhasil dibangunkan candi (temple) Yahudi yang dibuka langsung oleh PM Israel saat itu, Menachem Begin. Pada awal tahun 80-an, berhasil digali terowong hingga menembus tempat solat kaum wanita di Masjid Al-Aqsa. Pada fasa kedelapan ini, menteri Israel mengesahkan lanjutan penggalian terowong.

Pada 1986 sebagai fasa kesembilan, pemerintah Israel memutuskan untuk mengizinkan penggalian dari segala arah. Ratusan rumah penduduk Palestin terlibat dan di salah satu kawasan yang luas dibangun rumah PM Israel, untuk memudahkan koordinasi penggalian.

Fasa kesepuluh, pada awal tahun 90-an hingga tahun 2000, merupakan yang paling berbahaya kerana dilakukan penggalian secara besar-besar di bawah masjid, yang dapat mengancam runtuhnya masjid setiap saat. Penggalian besar-besar dalam dua tahun kebelakangan ini merupakan bahagian terakhir dari fasa kesepuluh tersebut dengan harapan Masjid Al-Aqsa runtuh dengan sendirinya.

Hanya mukjizatlah yang menyebabkan simbol kiblat pertama umat Islam ini masih tegak berdiri sampai saat ini. TV Aljazeera, Qatar, yang melaporkan secara khusus peringatan 40 tahun pembakaran masjid tersebut dalam berita antarabangsanya, lengkap dengan bukti filem tentang terowong tersebut pada Jumaat (21 Ogos 09), antara lain menyebutkan data dari pihak wibawa Palestin bahawa dari sekitar 24 terowong terakhir yang dicanangkan untuk digali, lebih separuhnya sudah dikorek sehingga apabila sisanya dibuang besar kemungkinan simbol kiblat pertama itu akan runtuh.

Kementerian Wakaf Palestin telah berusaha mengawasi kelompok Yahudi ekstrim untuk menerobos masuk ke bawah kawasan masjid dengan membangun tembok kawat berduri di sekitar lokasi masjid hingga saat ini. Namun usaha itu kelihatannya tidak banyak hasilnya karena setiap saat warga ekstremis Yahudi dengan perlindungan pasukan keselamatan Zionis setiap saat dapat menembus masuk.

Meskipun demikian, respons para pemimpin dan umat Islam dingin saja. Kenyataan inilah yang mendorong sejumlah ulama Muslim terkemuka di seluruh dunia mendirikan Lajnah Al-Difaa `Anil Aquds (Misi Pembela Tanah Suci Al-Quds) pada akhir 2000 yang diketuai ulama kontemporeri terkemuka, Sheikh Dr. Yusuf Al-Qardawi.

Organisasi non-pemerintah yang didirikan di Lebanon ini, tugas utamanya antara lain menyedarkan para pemuda Muslim seluruh dunia tentang tangungjawab membela kota suci Al-Quds dan Masjid Al-Aqsa. Diharapkan, badan ini mampu menggerakkan para pemuda Muslim seluruh dunia untuk membela Al-Aqsa yang masih diinjak kaki-kaki kotor Zionis

No comments:

Powered By Blogger | Template Created By Lord HTML