Thursday, February 13, 2014

HARI JUMAAT DAN APA KEMULIAANNYA

Kenapa Hari Jumaat Yang Jadi Hari Besar Umat Islam?

Ada beberapa alasan untuk menjawab pertanyaan di atas. Terlebih dahulu, mari kita lihat penjelasannya.
Dari Salamah dari Abu Hurairah (ra) Nabi SAW bersabda:
“Hari terbaik yang terbit padanya matahari adalah hari Jumaat. Sebab pada hari itu Allah Azza wa Jalla menciptakan Adam (as), Dia memasukkan Adam ke syurga , pada hari itu ia diturunkan ke bumi, dan pada hari itu terjadi kiamat serta pada hari itu terdapat satu masa d imana tidak seorangpun berdoa  kecuali Dia akan mengabulkan doa  itu.”  (HR. Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata:
“Sesungguhnya dinamakan hari Jumaat dengan Jumaat disebabkan perkataan Jumaat itu merupakan musytaq (derivasi kata) dari Al-Jam’u (himpunan atau kumpulan). Sesungguhnya umat Islam berkumpul pada hari Jumaat tiap minggu sekali di dalam suatu tempat yang sangat besar (masjid)…” Allah memerintahkan kaum mukminin untuk berkumpul dalam rangka beribadah kepada-Nya.

Allah SWT berfirman:
62:9
“Wahai  orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan solat  pada hari Jumaat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”  (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Ibnul Qayyim Al-Jauzi mengatakan:
“Termasuk petunjuk Nabi, ialah mengagungkan, memuliakan dan mengkhususkan hari agung ini dengan berbagai macam bentuk ibadah…”.


HARI YANG MULIA
Hari Jumaat merupakan nikmat rabbaniyah yang selalu dijadikan bahan kedengkian musuh-musuh Islam.
Hari Jumaat merupakan kurnia  dari Allah untuk umat ini yang telah dijadikan sebagai umat terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia. Allah mengutamakan hari ini di atas semua hari dalam sesuatu minggu dan Dia mewajibkan kepada orang Yahudi dan Nashrani untuk mengagungkannya. Tapi, mereka mengingkarinya dan sebaliknya memilih hari lain sehingga mereka tersesat dan tidak mendapat petunjuk. Kemudian Allah SWT terus menunjukkan kepada mereka yang beriman kemuliaan hari ini dengan mengagungkannya.

Dari Abu Hurairah r.a., beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:

نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هذَا يَومُهُمُ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ فَهَدَانَا اللهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيْهِ تَبَعٌ : اليَهُوْدُ غَداً ، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ

“Kita adalah orang terakhir, namun yang pertama pada hari kiamat meskipun mereka telah diberikan kitab sebelum kita. Hari ini (Jumaat) adalah hari yang telah Allah wajibkan atas mereka, namun mereka mempertikaikannya. Maka Allah menunjukkan kita akan hari itu sehingga orang-orang mengikuti kita dalam hari ini (Jumaat), sementara orang-orang Yahudi esok (Sabtu) dan orang-orang Nashrani esoknya lagi (Ahad).” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasai dan lainnya)

Maksud “Kita sebagai orang terakhir” adalah sebagai keberadaan umat terakhir di dunia. Namun di akhirat kelak akan mendahului mereka. Iaitu menjadi umat pertama yang dihimpunkan di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili dan umat pertama yang akan masuk syurga.
Dalam riwayat Muslim dari hadis  Hudzaifah:
“Kami umat terakhir dari penduduk bumi, namun menjadi umat pertama pada hari kiamat yang diadili sebelum umat-umat lain.”
Dan dalam riwayat Muslim lainnya:
“Kita adalah orang terakhir, namun yang paling awal pada hari kiamat. Dan kita adalah orang yang pertama kali masuk syurga.”

Manakala maksud diwajibkan adalah mesti memuliakan hari tersebut. Menurut Ibnu Baththal, mereka tidak diperintahkan dengan jelas untuk memuliakan hari Jumaat yang kemudian mereka tinggalkan. Alasannya, seseorang tidak boleh meninggalkan kewajiban yang Allah tetapkan atasnya sementara masih berstatus mukmin. Lalu beliau rahimahullah berkata:
“Diwajibkan atas mereka (memuliakan) satu hari dalam seJumaat. Lalu mereka diberi pilihan untuk menegakkan syari’at mereka pada hari itu. Kemudian mereka berselisih tentang hari itu dan tidak mendapat petunjuk untuk memilih hari Jumaat.”  Demikian juga yang dinyatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh. (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Mungkin juga mereka telah diperintah dengan jelas, lalu mereka berselisih pendapat apakah wajib menentukan hari itu saja atau dibolehkan untuk menggantinya dengan hari lain. Kemudian mereka berijtihad dalam hal itu, lalu salah.”  (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Dan dalam Fathul Baari, Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah hadis penutup terhadap masalah ini yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari jalur Thariq Asbath bin Nashr, dari As-Sudiy dengan lafaz  yang sangat jelas bahawa mereka diwajibkan untuk memuliakan hari Jumaat saja lalu mereka menolak. 

Sabda Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam:

إِنَّ اللَّه فَرَضَ عَلَى الْيَهُود الْجُمُعَة فَأَبَوْا وَقَالُوا : يَا مُوسَى إِنَّ اللَّه لَمْ يَخْلُق يَوْم السَّبْت شَيْئًا فَاجْعَلْهُ لَنَا

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan (untuk mengagungkan) hari Jumaat atas Yahudi, lalu mereka menolaknya dan berkata: “Wahai  Musa, sesungguhnya Allah tidak menciptakan apa-apa pada hari Sabtu, maka jadikan hari itu untuk kami.” (Fathul Baari: 3/277 dari Maktabah Syamilah)


والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab
 (Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)


No comments:

Powered By Blogger | Template Created By Lord HTML